Wednesday, January 14, 2009

Cerita Pilu dari TNRAW (1)

By Line: Yos Hasrul
Kondisi Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara dalam fase kritis. Ancaman kehilangan sumber daya hayati cukup besar seiring banyaknya lahan taman yang terjarah oleh manusia. Padahal di dalamnya tersimpan kandungan keanekaragaman hayati yang melimpah. Butuh langkah penyelamatan TNRAW.

Hari menjelang sore ketika memasuki gerbang Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW). Suasana nampak sepi. Petugas taman tak terlihat berjaga di perbatasan pintu masuk.
Sekilas pandagan tertuju pada sejumlah fasilitas taman. Kondisinya nampak mulai menua, bahkan sebagian telah rusak. Sebuah gerbang kayu yang mulai lapuk di makan usia seolah dibiarkan teronggok rapuh. Ya, beginilah kondisi taman nasional Rawa Aopa terakhir kali mendatanginya medio April lalu.
Toh begitu, perhatian pemerintah terhadap masalah tersebut sangatlah minim. Akibatnya, berpengaruh besar pada upaya perlindungan TNRAW. Terbukti TNRAW saat ini banyak kehilangan sumber hayatinya, terutama hidupan liar yang ada di dalamnya.
Kondisi ini jauh berbanding terbalik dengan 10 tahun silam. Dimana hidupan liar seperti rusa, anoa hingga aneka burung sangat mudah kita jumpai. "Ketika itu rusa dan hewan lainnya seolah menyatu dengan masyarakat di sini,"kata Mansyur, seorang warga lokal yang mengantar melintas menuju TNRAW.
Bahkan, lanjut pria berpostur sedang ini, pemandangan alami ini menjadi salah satu obyek wisata bagi warga lokal, mengingat jalur transportasi yang membelah TNRAW merupakan jalur penghubung antarkabupaten. Kini, Perburuan liar telah menyebabkan menyusutnya populasi hewan-hewan tersebut. Terakhir bukan saja tekanan dari perburuan liar, tetapi juga adanya penjarahan besar-besaran sebagian besar lahan taman oleh oknum masyarakat.
Kondisi tersebut tak lepas dari legitimasi pemerintah lokal yang cenderung melakukan pembiaran. "Bahkan ada juga oknum pemerintah yang menjual tanah di TNRAW,"kata seorang sumber di TNRAW. Sebagian besar ahan telah dikonversi menjadi lahan perkebunan kakao. Diperkirakan 50 persen dari luasan lahan taman telah hilang terjarah dan menjadi lahan kepemilikan pribadi.
Tekanan terhadap kondisi taman kian diperparah dengan maraknya praktek ilegal logging yang dilakukan oleh sejumlah pengusaha kayu lokal. Ini ditanda dengan maraknya truk pengangkut kayu dan transaksi perdagangan kayu. Sejumlah jalur transportasi truk pengangkut kayu yang melintas ke zona inti hutan alam di TNRAW kian marak. Anehnya tidak ada tindakan bagi mereka yang melakukan praktek pembalakan liar tersebut.
TNRAW terletak di daratan Propinsi Sulawesi Tenggara, dengan luas 105.194 Ha, dan terbentang meluas mencakup empat wilayah kabupaten di Sulawesi Tenggara, yakni Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kendari, dan Kabupaten Bombana. Jarak TNRAW dari ibukota provinsi, 120 Km dengan jarak tempuh 2 jam bila mengunakan kendaraan roda empat.
Secara resmi kawasan ini ditetapkan sebagai taman nasional pada tanggal 17 Desember 1990 dengan Keputusan Menteri Kehutanan RI No.756/Kpts II/1990 tentang penetapan Kelompok Hutan Rawa Aopa Watumohai sebagai kawasan hutan dengan fungsi sebagai Taman Nasional.
Sebelum menjadi TN kelompok hutan Rawa Aopa Watumohai terdiri dari Taman Buru Gunung Watumohai seluas 50.000 Ha melalui SK Menteri Pertanian RI No. 648/Kpts/Um/10/1976 tanggal 15 Oktober 1976 dan Suaka Marga Satwa Rawa Aopa seluas 55.560 Ha melalui SK Menteri Kehutanan No.138/Kpts-II/1985 tanggal 11 Juni 1985 (TNRAW, 1999).
Kawasan TNRAW memiliki potensi keanekaragaman hayati cukup tinggi yang berfungsi sebagai sumber daya ekologi dan ekonomi oleh masyarakat yang berdiam di dalam dan di sekitar kawasan Taman Nasional. Sebagai sumber daya ekologi, kawasan TNRAW terdiri dari beberapa tipe ekosistem yakni ekosistem hutan mangrove, ekosistem savana, ekosistem hutan hujan tropis dataran dan pegunungan rendah, dan ekosistem hutan rawa yang dihuni oleh berbagai species baik yang endemik maupun non endemik.
Kawasan TNRAW seluas 105.194 Hektar sebenarnya mempunyai berbagai potensi yang dapat dijadikan sebagai penunjang budidaya, penyangga sistem kehidupan serta ilmu pengetahuan dan pendidikan. Potensi–potensi tersebut, terdiri, beragam tipe ekosistem yang terdapat dalam kawasan taman , seperti ekosistem Hutan Bakau (mangrove)
Hutan bakau di dalam kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai merupakan satu-satunya kawasan yang masih mempunyai mangrove yang baik, sepanjang pantai selatan dataran Sulawesi Tenggara. Kawasan seluas 3.000 ha ini, mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Ekosistem ini juga merupakan habitat dari berbagai jenis ikan , udang dan kepiting yang dijadikan sebagai mata pencarian utama penduduk disekitar kawasan tersebut.
Demikian pula, ekosistem hutan savana yang terdapat dalam kawasan TNRAW yang memiki luas sekitar 30.106 Ha. kawasan hutan savana ini terdiri dari alang-alang, berbagai jenis rumput, dan tumbuh-tumbuhan pepohonan yang terdapat di antara padang savana. Kawasan ini merupakan habitat utama dari jenis satwa–satwa pemakan rumput seperti Rusa (Cervus timorensis) dan Anoa (Anoa depresicornis). Species lainnya yang terdapat dalam kawasan ini adalah berbagai jenis burung, baik yang endemik maupun non endemik.
Ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah dan pegunungan rendah. Ekosistem ini mempunyai vegetasi yang sangat beragam, baik kayu maupun non-kayu dengan luas 62.832 Hektar ini. Jenis-jenis kayu yang terdapat dalam kawasan hutan ini adalah jati, ponto, bayam, nyato, kayu cina, dan lain-lain. Sedangkan non-kayu adalah berbagai jenis umbi-umbian, liana, rotan, madu, biji-bijian, dan buah-buahan. Kawasan hutan ini, dihuni oleh berbagai species baik rusa (Cervus timorensis) maupun anoa (Anoa depresicornis) sebagai tempat berlindung di kala terik matahari, ular, ayam hutan, berbagai jenis unggas, dan kera.
Dengan potensi hutan yang cukup besar, kawasan ini memiliki fungsi hidrologis yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya terdapat sungai-sungai baik yang besar maupun kecil. Sungai-sungai tersebut antara lain sungai Konawe Eha yang berfungsi sebagai sumber pengairan utama untuk irigasi bagi 50.848 Ha sawah dan air minum di Kabupaten Kendari, sungai Tembekuku, sungai Roraya dengan luas daerah tangkapan air 22.429 Ha, sungai Watumokala, sungai Lanowulu, sungai Langkowara, sungai Polea dengan daerah tangkapan air seluas 12.847 Ha, sungai Laea dengan luas tangkapan air 22.628 Ha, Jawi-jawi-Lampopala seluas 11.915 Ha, Langkowala seluas 10.034 Ha, sungai Totulo, dan sungai Pohara yang merupakan sumber air minum (PDAM) bagi masyarakat Kota Kendari (TNRAW, 1999).
Ekosistem Hutan Rawa merupakan satu-satunya kawasan yang digenangi air, karena merupakan muara dari berbagai sungai sebelum mengalir ke sungai Konaweha dan sungai Pohara. Kawasan rawa ini merupakan satu-satunya kawasan di Sulawesi dengan ekosistem rawa gambut basah (Written at all, 1987). Dalam kawasan ini terdapat berbagai jenis tumbuhan seperti sagu (Metroxylin sagu) dan beberapa jenis ikan air tawar, antara lain ikan gabus, ikan karper, ikan mujair, udang, belut, disamping berbagai jenis burung. Sagu (Metroxylin sagu), merupakan makanan utama dari penduduk asli di Kabupaten Kendari dan Kolaka.
Dari sisi keanekaragaman hayati, data terakhir yang diperoleh dari WCS (2001), LIPI (1993), dan TNRAW (1999) menunjukkan bahwa dalam kawasan TNRAW di atas, paling tidak terdapat sekitar 124 jenis aves yang terdiri dari 47 jenis endemik, 5 jenis terancam punah, 1 jenis rentan, dan 2 jenis dikategorikan genting. Untuk mamalia terdapat 12 jenis yang 10 diantaranya endemik Sulawesi dimana 1 jenis dikategorikan genting. Menurut hasil eksplorasi flora yang dilaksanakan oleh Balai Kebun Raya Purwodadi-LIPI pada bulan Juni 1993 berlokasi di Gunung Watumohai dan sekitarnya diperoleh data vegetasi yang terdiri atas 89 suku/famili, 257 marga/genus dan 323 species jenis tumbuhan.
Sebagai sumber daya ekonomi, kawasan TNRAW dimanfaatkan oleh penduduk sebagai tempat bercocok tanam baik tanaman jangka pendek maupun tanaman jangka panjang. Selain itu, kawasan ini pula dimanfaatkan sebagai basis ekonomi (utama-bagi penduduk asli) baik dengan pemanfaatan sumber daya hutan kayu maupun sumber daya hutan non-kayu. Dengan mengelola sumber daya hutan baik kayu dan non-kayu penduduk asli- khususnya, yang hidup di dalam dan disekitar kawasan TNRAW dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara subsisten.
Manfaat lain dari potensi keanekaragaman hayati yang terdapat dalam kawasan TNRAW selain sebagai sumber ekologis dan ekonomi, adalah sebagai sumber bahan kebutuhan peralatan dan energi. Selain itu pula berfungsi sebagai penyedia kebutuhan makanan (natura) secara langsung dan sebagai sumber ramuan obat-obatan tradisional.***

No comments: