Sunday, June 20, 2010

Jejak Otonomi Part 2


Siasat Buton Utara Memaksimalkan Sumber Daya Alam

By Line: Yoshasrul

Kabupaten Buton Utara adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Ibukotanya adalah Buranga. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007, pada tanggal 2 Januari 2007. Dalam catatan statistik Buton Utara merupakan kawasan yang kaya sumberdaya alam. Terutama bahan tambang dan hasil perkebunan di wilayah yang meliputi Kecamatan  Wakorumba, Kambowa, Bonegunu, Kulisusu Barat, Kulisusu Utara dan Kulisusu itu,  diprediksi dapat menggenjot PAD. Dari aspal, minyak bumi, emas dan konon uranium. Semuanya butuh klarifikasi lebih jauh. Kekayaan alam juga melimpah dalam sektor kehutanan. Lihatlah bagimana daerah ini memiliki hasil hutan seeprti jati, damar, dan rotan. Dalam perjalanan ke Buton Utara nampak jejak hutan jati yang cukup besar disepanjang jalan kawasan Kecamatan Bonegunu dan Kambowa.

Informasi yang diperoleh, jati yang diperkirakan berumur dua tahun ini milik masyarakat dan beberapa pejabat di Buton Utara. Mereka memanfaatkan lahan tidur dan menyulapnya menjadi kebun hutan jati. Sebuah upaya yang baik demi melestarikan bumi dari kekeringan. Beberap warga tertarik menanam jati karena harganya yang lumayan baik. Data harga jati dipasaran  Indonesia mencapai Rp 15 juta per kubik. Sebuah harga yang lumayan menggiurkan,sehingga membuat masyarakat berlomba menanam jati.

Jika kita melihat peta, posisi Buton Utara berada di daratan Pulau Muna. Seperti diketahui jati merupakan produk hutan yang paling banyak ditemukan di daratan pulau ini.  Tak heran Muna pun mendapat julukan daerah jati. Sayang julukan itu kini memudar seiring dengan rusaknya seluruh kawasan hutan jati akibat kebijakan eksploitasi pemerintah kabupaten sehingga menimbulkan maraknya penjarahan kawasan hutan jati oleh masyarakat. Beruntunglah 'virus' pola kebijakan eksploitatif hasil hutan ini tidak berlanjut ke daerah Buton Utara, setelah tahun 2007 lalu, Buton Utara berhasil 'memerdekakan diri' dari Kabupaten Muna membentuk daerah otonomi sendiri.  "Seandainnya daerah kami tidak mekar, maka tidak akan pernah tau nasibnya kini,"kata Bambang, salah satu  warga Buton Utara. 

Data yang dilansir Dinas Kehutanan Provinsi Sultra setidaknya terdapat 2,6 juta hektar kawasan hutan. dari luasan tersebut terdapat sekitar 633.431 hektar kawasan hutan produksi. Sedang kawasan hutan lindung mencapai 1,061 juta hektar. Dari jumlah tersebut, berdasarkan  peta kawasan yang telah ditata batas, maka di  Buton Utara menjadi daerah yang paling banyak terdapat  kawasan hutan lindung. pasalnya dalam daftar statistik kehutanan Sultra, setiap kecamatan di daerah ini terdapat kawasan  hutan lindung.  Tantangan dimasa otonomi ini bukan tidak mungkin akan bernasib sama seperti daerah pemekaran lain di Sultra. Syahwat politik para penguasa, mau tidak mau bisa menjadi faktor utama untuk mengguras sumber daya alam daerah.

Berdasarkan fakta daerah pemekaran di Indonesia, hampir sebagian besar daerah pemekaran,  rata-rata memaksimalkan potensi sumber daya alam mereka untuk digarap habis . Ironsinya pengelolaannya pun terkadang tidak membawa keseimbangan antara upaya mengeruk sumber daya alam ketimbang melestarikannya. Lihatlah potret berapa pemerintah kabupaten berlomba-lomba ke luar negeri dengan dalih mencari investor untuk 'menjual potensi tambang daerah kepada investor. Parahnya, keuntungan   yang diperoleh darah pun tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Kondisi yang sama berpotensi besar akan terjadi di Buton Utara. 

Dalam rekaman media massa di Sultra, beberapa kali pemerintah berencana bekerja sama dengan sjumlah investor asing untuk mengelola potensi sumberdaya alam di daerah ini. Namun kuatnya penolakan masyarakat masih mampu mengimbangi ambisi pemerintah mengeksploitasi potensi alam ini. Sebelum mekar pun penolakan masyarakat pada investor sudah lantang disuarakan. Bahkan dalam catatan masyarakat pernah mengusir tim survey dari PT GeoService Jakarta, investor yang akan melakukan penelitian tentang potensi aspal di Kecamatan Kulisusu. Padahal PT Sido Prosper Indokarbon (SPI) bekerjasama dengan investor dari Hongkong dan Beijing telah memiliki Kuasa Pertambangan (KP) yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Muna". Begitu pula PT SPI juga telah merencanakan membangun pabrik di tiga wilayah potensi aspal dan membuat jalan dari Kecamatan Kambowa dan Kulisusu.

Namun, meski begitu pemerintah tak dapat sepenuhnya disalahkan. Melihat konsekwensi pemekaran maka mau tak mau pemerintah dituntut untuk memberkan kesejahteraan bagi rakyatnya.  Dalam teori clean goverment, pemerintah yang bersih adalah pemerintah memiliki niat membangun daerah dengan  adil dan transparan. Arti transparansi  dalam konteks ini tentulah transparansi dalam mengelola pemerintahan dan anggaran keuangan daerah. Keuangan dapat pula diartikan yang diperoleh dari sumber yang jelas dari anggaran  APBN hingga anggaran asli daerah. PAD inilah yang dapat diterjemahkan diperoleh dari potensi  pajak dan pengelolaan sumber daya alam. Namun untuk mengharapkan terciptanya clean goverment inilah yang masih sangat sulit diharap di era saat ini.

Dalam catatan statistik, Buton Utara merupakan kawasan yang kaya sumberdaya alam. Buton Utara memiliki banyak potensi bahan tambang. Dari aspal, minyak bumi, emas dan konon uranium.  Harus jujur pula diakui-- jika benar -- kandungan sumber daya alam ini ada, maka Buton Utara menjadi daerah yang paling kaya dibanding seluruh daerah kabupaten di Sultra. Betapa tidak dalam bayangan ke depan, kandungan deposit aspal, nikel dan emas saja maka aka diperoleh angka triliunan rupiah yang akan diperoleh daerah ini.Setidaknya 'diperut'  Buton Utara terdapat kandungan potensi yang dapat memakmurkan rakyat buton utara  hingga beratus bahkan ribuan tahun mendatang. Sebaliknya jika dikelola secara buruk maka bukan tidak mungkin daerah ini akan mejadi daerah terbelakang bahkan menjadi daerah yang terus dilanda bencana alam. Karena itu butuh kejujuran dari pemerintahan yang berkuasa di tanah Buton Utara memaksimalkan potensi sumber daya alam ini. Jika tidak maka sungguh disayangkan.