Tuesday, July 28, 2009

Artis Krisna Mukti Jalani Dua Persidangan Sekaligus



By Line: Yoshasrul

Artis Krisna Mukti kembali menjalani kewajibannya mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Kendari, Selasa (28/7). Bahkan setibanya dari Jakarta bintang iklan salah satu prodak ini kembali duduk di kursi pesakitan untuk menjalani dua sidang sekaligus masing-masing sidang perdata wanprestasi yang dilayangkan rekannya Yoyon Rasmono dan sidang pidana kasus penadahan hasil kejahatan.

Pada persidangan perdata Krisna Mukti digugat wanprestasi atas pinjaman uang sebasar 300 juta rupiah yang merupakan uang milik Yoyon Rasmono. Sidang yang berlangsung hanya dua puluh menit ini hakim menyarankan kepada kedua belah pihak untuk melakukan kompromi penyelesaian perselisihan dengan asas musyawarah. Saran itu disanggupi kedua belah pihak.

Sidang perdata tersebut hakim juga menyertakan pengacara Heri Maulana mantan atasan Yoyon yang merupakan Komisaris PT Lumbung Selular ikut untuk melakukan gugatan intervensi pada persidangan tersebut. Heri melalui pengacaranya merasa uang yang dipinjam Krisna Mukti tersbeut merupakan uang perusahaan yang dikutip Yoyon.

Usai sidang perdata digelar, tanpa memberi jeda, majelis hakim yang ketuai Muhammad Yusuf SH kemudian kembali membuka sidang sesi kedua untuk terdakwa Krisna Mukti. Ini terkait persidangan kasus pidana penadahan hasil kejahatan.

Pada persidangan itu Krisna Mukti yang memakai baju koko berwarna merah nampak serius mendengarkan bantahan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota keberatan tim pengacara Krisna Mukti yang menolak persidangan kasus tersebut, dengan alasan tidak memenuhi unsur hukum seperti yang didakwakan jaksa.

Sebaliknya, kepada majelis hakim JPU Armanmol SH memohon agar hakim tetap melanjutkan pemeriksaan pokok perkara kasus tersebut, karena telah memenuhi unsur pidana.

Mendengar permohonan JPU, majelis hakim mengabulkan dan tetap melanjutkan persidangan hingga tuntas. ”Permohonan diterima dan sidang tetap dilanjutkan,”kata hakim Yusuf yang kemudian menutup persidangan. Rencananya persidangan kasus pidana Krisna Mukti akan dilanjutkan pekan depan.

Seperti pada persidangan sebelumnya, persidangan ketiga itu juga masih dipenuhi pengunjung yang umumnya ibu-ibu. Para kaum hawa ini datang untuk memberikan support pada Krisna Mukti. Seperti biasa usai persidangan sejumlah ibu berebut untuk photo bareng artis pujaan mereka.

Sunday, July 26, 2009

Pemilik Tambak Tolak Program Mangrove


Para pemilik tambak di Desa Lalonggombu Kecamatan Lainea Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) ramai-ramai menolak lahannya diambil alih pemerintah setempat dan dijadikan hutan bakau (mangrove) hanya untuk proyek JICA (Japan International Cooperation Agenci).

Sejumlah petani di Desa Lalonggombu tidak menerima lahan tambaknya distatuskan oleh Kepala Dinas Kehutanan Konsel Muhlis M sebagai lahan pinjam pakai yang konon kabarnya tahun ini akan diambil pemerintah setempat untuk dijadikan rehabilitasi hutan bakau (mangrove) kerjasama JICA dan Dinas Kehutanan di bawah pengawasan Dishut Konsel.

Salah seorang petani tambak Desa Lalonggombu, Nasri mengungkapkan menolak keras jika dikatakan lahan miliknya hanya berstatus pinjam pakai. "Lahan yang saya olah dilengkapi dengan surat jual beli yang disahkan kepala desa. Saya sudah mengolah lahan tersebut sejak tahun 1987 hingga sekarang, untuk itu lahan saya tidak akan berikan begitu saja ke pemerintah setempat karena hidup saya dan keluarga tergantung di situ," ujarnya

Dikatakan, dirinya dan teman-teman pemilik tambak pernah dipanggil rapat sosialisai HKm (Hutan Kemasyarakatan) di Kantor Bupati Konsel dan juga pernah di rumah milik Halidin pegawai Dishut Konsel pada 20 Juni 2009 lalu dan saat itu ada surat pernyataan yang ditandatangani, namun dirinya tidak setuju dengan beberapa poin pada surat pernyataan tersebut.

Hal senada juga diungkapkan Daeng Ali. Menurutnya, lahan yang sudah digarap sejak 1980 tidak akan diberikan kepada pemerintah hanya untuk rehabilitasi mangrove dari JICA. "Hutan bakau di sini sangat luas hingga ke pantai, mengapa justru lahan yang kita garap berpuluh-puluh tahun dan sudah berproduksi dan bahkan sudah mendapat bantuan modal dari Dinas Perikanan Konsel justru mau dimasukkan ke lokasi hutan lindung, hanya karena proyek Jepang mau masuk ke Konsel . Cara-cara ini saya nilai tidak benar, silakan pemerintah yang terhormat mencari lahan yang pantas jadi hutan bakau, jangan lahan produktif mau disulap jadi hutan bakau," pintanya.

Daeng Ali menambahkan, lahan tambak tersebut tidak akan diserahkan kepada pemerintah karena disitulah dirinya mengais rejeki untuk sanak keluarga di rumah. "Kalo lahan tambak tersebut dijadikan hutan bakau, dimana lagi kami akan bekerja. Lahan tambak dibeli dengan harga mahal sejak puluhan tahun lalu, dan hingga sekarang surat keterangan pembeliannya masih ada," jelasnya.

Salah seorang petani tambak lainnya, Aco mengatakan lahan tambak miliknya dibeli sejak tahun puluhan tahun lalu dan digarap hingga sekarang, dan kenapa baru saat ini lahan tersebut mau dijadikan mangorove. Mengapa tidak daru puluhan tahun lalu kita dilarang menggarap lahan tersebut atau kalau perlu kita diusir dari sini, kok baru sekarang?" ujarnya dengan nada tanya.

Sementara petani tambak lainnya, Marhabang juga bersikeras tak mau lahannya distatuskan sebagai pinjam pakai. "Saya punya surat pengalihan penguasaan sebidang tanah yang saya beli dari pemilik sebelumnya Hambali dan disetujui Kades Lalonggombu saat itu," ujarnya.

Kadishut Konsel, Muhlis M yang pernah dilansir media ini, mengungkapkan tidak ada perampasan lahan oleh pemerintah. Apabila ada pembelihan lahan atau peralihan status tanah, transaksi yang terjadi adalah ilegal, menyalahi peraturan tentang Kehutanan. "Boleh saja warga pakai tapi tidak boleh memperluas, apalagi sampai merusak hutan bakau," tegas Muhlis. (Doel)

Gubernur Soroti Penanganan Tambang Bombana














By Line: Yoshasrul


Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam pesimistis dengan nasib pertambangan di wilayah Kabupaten Bombana. Sepanjang pemerintah setempat terus mengeluarkan
kebijakan yang tidak populis. Pasalnya mekanisme pengelolaaa tambang dianggap amburadul. Mulai dari pemberian izin Kuasa Penambangan (KP) untuk investor diterbitkan dengan sangat mudah, sehingga jumlahnya terus membengkak hingga mencapai 40 ijin saat ini. Padahal untuk mengurusnya dibutuhkan beberapa persyaratan pendahulu agar tidak mengganggu keseimbangan ekologi, sosial dan aspek lainnya.

" Izin KP dikeluarkan terlalu gampang. Padahal ada beberapa kajian yang harus dipenuhi seperti Amdal. Tapi ini tidak dilakukan. Yang lebih menyakitkan, luas izin KP yang diterbitkan sudah lebih dari daerah pertambangannya sendiri. Artinya areal pemukiman juga sudah dijadikan lahan pertambangan. Ini jelas menyalahi aturan,"kata Nur Alam. Belum lagi maraknya mesin pengisap pasir yang beroperasi di seluruh kawasan tambang dan diduga jumlahnya telah mencapai ribuan mesin. “Kondisi Ini sudah tergolong memprihatinkan,”katanya.

Bukan hanya pelanggaran mengenai terbitnya izin KP yang disinggungnya. Ada beberapa kesalahan lain yang terjadi diantaranya pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan, undang-undang sosial dan pengrusakan lingkungan. "Ini yang harus dipahami oleh oknum tertentu penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu,"ujarnya. Tapi yang paling parah menurut Nur Alam, ada penyalahgunaan kekuasaan di daerah pemekaran Buton tersebut. Hal tersebutlah yang menjadi muara hingga munculnya pelanggaran-pelanggaran lainnya. Sebab kebijakan terbitnya izin KP bermuara di satu pucuk pimpinan. "Ini sedang kami kaji. Kalau buktinya sudah lengkap, saya janji polisi dan jaksa akan menindakinya," ungkapnya.

Ia membeberkan, akibat penyalahgunaan wewenang itu, diduga triliunan rupiah melayang dan tidak jelas siapa yang sudah menerimanya. Selain dianggap merugikan warga sekitar karena izin KP diberikan kepada pengusaha luar sehingga warga sekitar hanya jadi penonton, Nur Alam juga mengungkapkan bahwa Pemkab Bombana tidak memenuhi kewajibannya terhadap pemerintah provinsi. "Meskipun kita memiliki kewenangan, tapi bukan berarti menjadi tidak terkendali. Seharusnya sudah ada pendapatan daerah Rp 70 miliar, tapi hingga saat ini tidak jelas kemana," tandasnya.

Sementara perhatian pemerintah pusat terhadap keberadaan tambang emas di Kabupaten Bombana juga tersirat dari pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang berapa wakti lalu melakukan kunjung kerja ke Sultra. Saat itu Jusuf Kalla berkali-kali mengingatkan agar pemerintah daerah khususnya di kabupaten benar-benar mengkaji pemberian ijin terhadap investor. Pemerintah kabupaten bahkan ditekankan untuk memberikan perhatian ekstra terhadap penambang rakyat, ketimbang investor. ”Pengalaman di beberapa daerah, sumber daya alam kita selalu dieksploitasi oleh orang asing, mereka mengeruk keuntungan hasil bumi kita, setelah habis mereka pulang. Dan pada gilirannya rakyatlah yang menerima dampak kerusakanya,”demikian Wapres Jusuf Kalla.

Dalam bayangan Jusuf Kalla jika saja rakyat diberikan kesempatan mengelola tambang maka pemerintah tingal mengatur tata cara pengelolaannya seperti mengarahkan rakyat menambang dengan baik tanpa merusak lingkungan. ”Kalau rakyat merusak lingkungan maka kewajiban pemerintah mengajari rakyat cara menambang yang baik,”kata Jusuf Kalla. Demikian pula pembagian hasil atas pengelolaan tambang, pemerintah tinggal mematok berapa retribusi pada rakyat. ”Saya kira penghasilan dari retribusi tidak akan kalah dengan kelola tambang oleh investor. Bahkan saya yakin rakyat jauh lebih sejahtera,”kata Jusuf Kalla optomis.

Jusuf Kalla sempat meminta Bupati Bombana Attikurahman agar tidak mengobral ijin kuasa penambangan pada investor. ”Saya harap Bupati Bombana selektif mengeluarkan ijin tambang,”kata Jusuf Kalla.

Sementara Bupati Bombana Attikurahman mengaku saat ini baru ada satu investor yang sudah mendapatkan ijin eksporasi yakni PT Panca Logam yang beroperasi di wilayah Uwubagka, Kecamatan Rumbia. ”Sebenarnya ada banyak investor yang sudah menyatakan menanamkan investasinya di di daerah ini, tapi kami masih mengkaji terutama dari sisi Amdal,kata Attikurahman berapa waktu lalu.

Saturday, July 25, 2009

Polda Selidiki Insiden Penembakan












By Line: Yoshasrul

Aparat Polda Sulawesi Tenggara melakukan rangkaian penyelidikan atas insiden penembakan dua warga penambang emas Kabupaten Bombana. Sebagai langkah awal, sejak Kamis (23/7) polisi telah memeriksa saksi- saksi yang mengetahui kejadian penembakan tersebut.

Pemeriksaan terhadap enam orang saksi tersebut berlangsung di ruang propam Polda Sulawesi Tenggara. Para saksi ditemani pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari memberikan keterangan kepada polisi atas kejadian penembakan terhadap dua rekan mereka.

Selain menjadi saksi, para penambang emas ini juga mengadukan perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan sejumlah oknum polisi terhadap enam puluh sembilan penambang emas. Mereka melaporkan tindakan penganiayaan yang mereka alami serta melaporkan adanya upaya perampasan harta benda mereka oleh oknum aparat.

Usai memberikan keterangan, para saksi kemudian melakukan pertemuan dengan Kepala Bidang Humas dan Propam Polda untuk berdiskusi sekaligus memberikan keterangan tambahan.

Kepada polisi, seorang penambang bernama Yoyo mengaku dipaksa oleh oknum polisi untuk memberikan pengakuan bahwa telah membakar fasilitas milik investor PT Panca Logam. ”Saat itu Saya tidak mau mengakui karena memang saya tidak lakukan,”kata Yoyo.

Sementara itu Anselmus, pengacara LBH Kendari yang memberikan pendampingan hukum kepada para korban mengaku ada 69 sembilan warga pendulang yang menjadi korban penganiayaan oknum polisi. ”Para penambang umumnya dipukuli dan barang-barang mereka diambil. Tindakan aparat tersebut dinilai telah melanggar hak asasi manusia. Pihak LBH telah menyusun gugatan hukum untuk para pelaku maupun intitusi Polri.

Sementara itu Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Fahrurozi, Sabtu (25/7) menegaskan, jika pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap anggota polisi yang terkait dengan insiden penembakan masyarakat pendulang emas. ”Kalau ada bukti yang mengarah kesalah prosedur saat kejadian, maka tentu akan ditindak sesuai hukum yang berlaku,”kata Fahrurozi.

Wednesday, July 22, 2009

Aksi Penembakan Menuai Reaksi, Terungkap Kebiadaban Aparat


By Line: Yoshasrul

Aksi penembakan dua penambang emas di kabupoten Bombana menuai protes keras dari elemen masyarakat dan mahasiswa di Kendari. Massa Kantor Polda Sulawesi Tenggara. Mereka meminta bertemu Kapolda Brigjend Pol Djoko Satriyo. Dalam aksinya massa membentangkan baliho yang memuat foto korban penembakan, mereka juga meneriakkan yel-yel agar oknum polisi yang menembak warga ditangkap, diperiksa dan diadili. Bukan cuma itu, sejumlah oknum polisi lainnya yang melakukan tindakan kekerasan juga diproses hukum. Untuk meyakinkan Kapolda, mereka sengaja menampilkan foto luka menganga yang dialami korban.
Sejumlah kalimat yang menyudutkan polisi pun turut diperlihatkan dalam bentuk baliho. Sayangnya, para pengunjukrasa ini tak berhasil bertemu Kapolda. Mereka hanya ditemui Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Fahrurrozi.
Sejumlah elemen masyarakat yang menyoroti tindakan polisi di lokasi tambang emas tersebut di antaranya, Komite untuk Demokrasi Keadilan dan transparansi Anggaran (Kudeta) Bombana-Sultra, Konsorsium Masyarakat Pemerhati Bombana, HMI, Kammi dan Hippelwana. Perwakilan LSM Garda Pemuda Sultra dan Forum Pemuda Pemerhati Daerah juga ada dalam barisan pengunjukrasa. Ampuh Sultra, MPM Unhalu dan Canel HAM Indonesia juga menggabungkan diri demi korban kekerasan.
Tak ada aksi anarkis, tapi kedatangan 11 elemen tersebut cukup menyita perhatian polisi. Bahkan, sedikitnya 20 anggota Brimob lengkap dengan pakaian anti huru hara disiapkan.
Seorang orator dengan nada keras meminta agar Kapolda melakukan penyelidikan dan penyidikan atas insiden yang terjadi di lokasi tambang serta menangkap pelaku penembakan, penculikan, penyiksaan dan penganiayaan, termasuk dugaan perampokan yang dilakukan aparat kepolisian, oknum Brimob dan memeriksa sekurity PT Panca Logam.
Mahasiswa membeberkan peristiwa yang terjadi Kamis (16/7) malam lalu. Dalam kronologis kejadian terungkap jika tenda rakyat dibakar oleh aparat keamanan, hingga berujung pada penembakan, karena adanya keluhan investor PT Panca Logam bahwa rakyat melakukan penyerangan.
Insiden penyisiran yang dilakukan polisi tentu sangat merugikan rakyat yang berada di wilayah tambang, baik itu di satuan pemikiman transmigrasi (SP 8 dan SP 9) maupun yang ada di luar wilayah konsensi milik PT Panca Logam.
Ketika aparat kepolisian, Brimob dan sekurity PT Panca Logam melakukan penyisiran tanpa ada informasi lebih dahulu. Akibatnya, ada masyarakat yang tertembak bernama Karianto yang kini tengah dirawat di RS Bhayangkara. Kata orator demo, hingga kini belum diketahui perkembangan kesehatan Karianto karena aparat melakukan penjagaan ketat.
’’69 orang ditangkap pukul 2 malam. Mereka ditendang, dipukuli, disiksa, diseret dan ditelanjangi. Bahkan, mereka dipaksa makan makanan yang sudah dimuntahkan. Ini terjadi mulai jam 2 malam (Kamis malam-red) sampai jam 12 hari Jumat, yang dilakukan oknum anggota polisi, Brimob dan sekurity Panca Logam. Ini adalah tindakan sangat biadab dan tidak manusiawi," teriaknya.
Dengan kejadian itu, mahasiswa yang tergabung dalam Hippelwana itu mengatakan, atas nama rakyat, konsorsium masyarakat pemerhati Bombana sangat menyayangkan insiden itu. Anggota konsorsium, juga menyayangkan pernyataan Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Fahrurrozi, yang membuat pernyataan di koran bahwa rakyatlah yang melakukan penyerangan.
Saat anggota Konsorsium masih berorasi, MPM Unhalu dan Canel HAM Indonesia tiba-tiba bergabung. Mereka datang dengan tuntutan yang sama. Namun, gabungan beberapa elemen mahasiswa itu, lebih menyinggung pelanggaran HAM yang sudah terjadi di Bombana, atas perilaku anggota yang tidak bermental pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Massa yang semula datang terpisah itu, kemudian menggabungkan diri, dengan satu tujuan, meminta polisi untuk menyelidiki dan menyidik kasus itu serta mengadili pelaku penembakan. "Kami mengutuk penembakan terhadap warga yang dilakukan oknum anggota polisi dari Brimob di lokasi tambang dan mendesak Kapolda untuk melakukan proses hukum terhadap anggotanya yang secara sengaja melawan hukum dan merusak citra kepolisian.
Kami juga men-deadline Kapolda selama 2x24 jam, untuk segera mengambil tindakan tegas. Jika dalam waktu yang ditentukan Kapolda tidak bertindak tegas, maka akan dilakukan aksi yang lebih besar lagi," jelasnya.
Menanggapi ini, Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Fahrurrozi memberi garansi. Kalau cukup bukti, katanya, siapapun akan ditindak. Menurut dia, polisi akan mengusut tuntas kasus tersebut, tanpa pandang bulu. Siapapun dia, apalagi anggota yang terlibat, maka akan diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Kalau cukup bukti, polisi akan tangani dan lakukan pengkajian, penyelidikan dan penyidikan, termasuk penembakan. Tapi, kalau untuk menarik anggota agar tidak melakukan pengamanan di sana (lokasi tambang-red), itu salah juga. Karena kalau tidak diamankan, akan terjadi situasi yanglebih rumit lagi," tandasnya.
Dalam aksi unjuk rasa tersebut e
mpat korban penyiksaan yang dilakukan aparat kepolisian juga nampak ikut bergabung dalam massa.
Empat pria itu adalah Toni, Yoyo, Purwanto dan Purnomo. Mereka adalah pendulang asal Pulau Jawa, yang bermaksud mengais rezeki di lokasi tambang emas. Di depan polisi, keempatnya menceritakan kronologis penyiksaan yang mereka alami.
Pengakuan Yoyo, Pada Kamis (16/7) sekitar pukul 03.00 Wita dini hari, Ia dijemput oleh beberapa orang polisi saat tengah tertidur di tenda. Malam itu, polisi langsung menodongkan senjata di badannya "Saya disiksa, ditelanjangi seperti binatang dan kepalaku dibungkus plastik lalu dipaksa mengakui kesalahan yang saya tidak perbuat,"kata Yoyo.
"Saya juga dipaksa untuk akui, kalau saya yang merusak barang-barang PT Panca Logam. Padahal, saya tidak merusak. Makanya, saya nggak mau ngaku, karena memang bukan saya pelakunya. Dari kampung yang disiksa, 69 orang pak. Leher saya dicekik, sampai sekarang tak bisa berbicara keras,"tambahnya.
Saat dijemput, korban sempat mengenali identitas 2 pelaku. Ada dari Brimob namanya Munir dan polisi berkepala plontos yang bernama Singgih. Sedangkan yang lainnya, saya tidak tahu.
Korban lainnya bernama Sudarno. "Waktu dijemput, aparat menodongkan senjata di kepalaku dan diberitahu agar jangan bergerak.
Kalau tidak, akan mati. Saya disuruh tiarap, perutku ditendang lalu diikat di pohon akasia. Kemudian, ikatannya dilepas, tapi tanganku yang kembali diikat, lalu dibawa ke Panca Logam,"ungkap Sudarno.
Ia mencoba jujur dengan menjelaskan kedatangannya dari Jawa hanya untuk cari uang. Bukan cari gara-gara. Bukannya dikasihani malah pria dua anak ini terus dipukuli. "Saya tidak terhitung lagi berapa banyak pukulan di dada dan perut saya. Malah, polisi yang bernama pak Singgih itu, mengambil STNK mobil motor, HP dan uang saya,"katanya.
Korban lainnya bernama Toni mengaku diculik polisi. "Semua barang yang saya bawa dari Jawa dirampas. Saya juga diikat di pohon bersama 69 warga lainnya. Jam 3 subuh, saya diikat di pohon, sampai nggak bisa bernafas.
Kita ini bukan PKI, tapi kenapa kita diperlakukan seperti hewan. Kita ini manusia, yang datang mencari uang. Tolong pak Kapolda tuntaskan masalah ini"katanya

Lindungi Investor, Polisi Tembak Dua Warga













By Line: Yoshasrul

Dua warga pendulang emas di Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara ditembak oknum aparat di lokasi tambang milik PT Panca Logam, salah satu investor tambang. Untuk menyematkan jiwa keduanya harus dilarikan ke Rumah Sakit Bayangkara Kendari.

Suasana haru masih menyelimuti Rumah Sakit Bhayangkara Kendari. Miswati (40 th) tak mampu menahan tangis saat melihat keponakannya, Karianto (27 Tahun) yang terbaring lemas di salah satu ruang di rumah sakit milik polisi tersebut. Bahkan istri Slamet Kartono ini sempat pingsan melihat kondisi korban yang kritis akibat timah panas bersarang tepat diperutnya.


Karianto adalah satu dari dua korban penembakan oknum aparat di lokasi tambang emas di Desa Uwubangka, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Bombana. Karianto tertembak dibagian perut, sementara satu rekan Karianto bernama Jasmani (35 Tahun) tertembak dibagian kaki.


Ketertutupan aparat kepolisian mengenai peristiwa penembakan, membuat wartawan kesulitan mewawancarai korban maupun keluarga korban. Bahkan polisi terkesan menghalang-halangi kerja wartawan yang mencoba mencari informasi di rumah sakit tersebut.
Sejumlah personil polisi juga nampak menjaga ketat kamar tempat korban dirawat.


Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tenggara, AKBP Fahrurrozi membenarkan adanya dua warga yang tertembak. ”Penembakan terjadi saat malam hari (Kamis (16/7), sekitar pukul 22 Wita. Dipicu adanya upaya penyerangan kantor milik PT Panca Logam, salah satu investor emas di kabupaten bombana, oleh sekekompok masyarakat,”demikian Fahrurrozi


Polisi hingga kini masih menyelidiki kasus penembakan tersebut ke tempat kejadian perkara jika ditemukan adanya unsur kesengajaan.

Seperti diketahui penertiban para pendulang emas yang berada polisi bersama pemerintah Kabupaten Bombana terus dilakukan. Pemerintah bahkan telah berkali-kali memberi peringatan pada masyarakat pendulang untuk menghentikan aktifitas penambangan ilegal dengan dalih merusak lingkungan.

Namun himbauan pemerintah dan polisi tidak dihiraukan warga pendulang. Bahkan kian hari jumlah pendulang terus membengkak. Diperkirakan puluhan ribu warga saat ini berada di lokasi seluas empat puluh ribu hektar tersbeut. Mereka mendulang secara manual dengan alat sederhana seperti pacul dan wajan.




Tuesday, July 14, 2009

Krisna Mukti Jalani Persidangan
















By Line: Yoshasrul


Artis sekaligus bintang iklan Krisna Mukti yang menjadi terdakwa kasus penadahan hasil kejahatan mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kendari, Selasa (14/7 sekitar pukul 15.00 Wita.

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap Krisna Mukti ini dihadiri puluhan pengunjung termasuk diantaranya kekasih Krisna Mukti, Cristie Chaslam. Sekitar pukul 14.30 Wita Krisna Mukti tiba di pengadilan. Pria yang hari itu resmi menyandang status terdakwa mengenakan kemeja putih dan memakai peci berwarna hitam. Krisna Mukti didampingi salah satu pengacaranya, Amir Faisal SH.

Dalam dakwaanya Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan Ali Yafii SH menganggap terdakwa Krisna Mukti telah melakukan upaya persengkonglolan dengan terpidana Yoyon Rasmano Suryo Prabowo, mantan Kepala Cabang PT Lumbung Buana Seluler (LBS) Kendari yang menggelapkan dana perusahaan sebesar 1,6 Milyar rupiah. Kasus ini terbongkar setelah komisaris PT LBS, Heri melaporkan kasus ini ke polisi media Tahun 2008 silam.

Dari persengkongkolan tersebut Krisna Mukti diduga ikut menikmati hasil kejahatan terpidana Yoyon Rasmano Suryo Prabowo dengan mengambil bagian uang sebesar 320 juta rupiah dari terpidana Yoyon.

Ini terbukti dengan aliran dana ke rekening milik Krisna Mukti di sejumlah bank secara bertahap, termasuk adanya bukti pengiriman barang yang ditujukan ke Krisna Mukti dari Yoyon.

Atas perbuatan tersebut, oleh jaksa penuntut umum menilai, terdakwa Krisna Mukti telah sengaja menadah hasil kejahatan terpidana Yoyon Rasmono yang bertujuan memperkaya diri pribadi.

Yoyon sendiri telah divonis empat tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Kendsari dan hingga kini telah dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Kota Kendari.

Terdakwa Krisna Mukti sempat kebingungan saat hakim menanyakan apakah ia mengerti dakwaan jaksa kepadanya. Dengan spontan Krisna Mukti mengaku tidak mengerti. Majelis Hakim yang diketuah Muhammad Yusuf SH sempat meminta jaksa membacakan ulang risalh singkat tentang dakwaan terhadap Krisna Mukti.

Usai persidangan Krisna Mukti mengaku jika seluruh dakwaan jaksa tersebut dianggapnya tidak benar. ”Dakwaan jaksa terhadap saya semuanya tidak benar,”kata Krisna Mukti sebelum diangklut ke mobil tahanan.

Persidangan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan eksepsi dari pengacara terdakwa Krisna Mukti.

Thursday, July 9, 2009

Illegal Logging Sulit Dihilangkan

By Line: Indri

Maraknya pembalakan liar atau illegal logging yang merambah hampir semua hutan di Sultra membuat pihak kepolisian “menyerah”. Polisi mengaku kesulitan menghilangkan praktek terlarang itu. Hal tersebut diakui sendiri oleh Kapolda Sultra, Brigjend Pol Djoko Satriyo.
Menurut Kapolda, hutan Sultra yang terbilang masih perawan dan cukup luas hingga polisi cukup kesulitan mengamankan wilayah bumi Anoa secara keseluruhan. Ditambah lagi, medan yang cukup berat, menjadi salah satu faktor kesulitan yang dihadapi.
"Tidak mungkin kita amankan Sultra semuanya. Tapi, kalau kita maksimalkan penangkapan para illegal logging, iya. Tapi, untuk menghilangkan jadi nol, saya kira sangat sulit," katanya. Camar 1 itu mengatakan, walau illegal logging sudah marak terjadi di Sultra, namun jumlah pelaku dan jumlah kasus yang ditangani, masih berada sangat jauh jika dibandingkan dengan daerah lain.
Kapolda lalu membandingkan kondisi hutan di Sultra dengan hutan di Kalimantan Barat. "Kalau kita naik helikopter dan melihat dari udara kondisi hutan di Kalimantan Barat, itu sudah rusak. Tapi, kondisi hutan kita di Sultra, masih lebih bagus," jelasnya.
Meski demikian, lanjut dia, polisi akan terus memantau keamanan wilayah hukum Polda Sultra, termasuk didalamnya memantau aktivitas para perambah hutan, guna mencegah kerusakan lebih besar yang dapat ditimbulkan akibat perambahan. "Kebanyakan dari penangkapan Dit Pol Air. Kapal BKO Polri, kita maksimalkan dengan melakukan penyisiran ke tempat yang diduga sering terjadi illegal logging," tandasnya.
Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Fahrurrozi menambahkan, dari data Dit Pol Air Polda Sultra, tercatat sebanyak 23 kasus illegal logging yang ditangani Polda Sultra. Dari 23 jumlah tersebut, 12 sudah dilimpahkan ke kejaksaan, 7 dalam proses penyidikan dan 4 kasus lainnya, dilimpahkan ke dinas kehutanan (Dishut) Sultra.
Sementara, untuk jumlah tersangka, kata dia, ada 32 orang dengan jumlah barang bukti (BB) mencapai ribuan kubik. Rinciannya, rimba campuran sebanyak 7665 balok dan 62 papan, 30 kayu jati dalam bentuk balok dan 120 kayu kalapi, juga dalam bentuk balok dan kayu wola 28 batang serta 78 batang kayu cendana.(sunber kendari pos)

Wednesday, July 8, 2009

Minim Pengguna KTP Memilih di Pilpres



























By Line Yoshasrul, Kendari

Kendati Makhamah Konstitusi telah memutuskan penggunaan ktp di Pemilu Presiden, namun faktanya antusias warga pemilik KTP masih saja sangat minim untuk menyalurkan hak pilih mereka memilih calon presiden mereka.

Di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah pemilih yang menggunakan KTP tak lebih dari sepuluh orang pemilih, di setiap TPS. Padahal petugas KPPS telah memberikan tolertansi waktu memilih hingga pukul 13.00 Wita.

Menurut para petugas KPPS, minimnya antusias warga pemilik KTP menyalurkan hak pilihnya, tak lepas karena banyak warga yang tidak memiliki KTP domisili Kota Kendari, melainkan KTP dengan domisi kabupaten lain di Provinsi Sulawesi Tenggara.

“Beberaoa dari warga memperlihatkan KTP mereka tidak sesuai dengan KTP domisili mereka. Sebagai panitia kami jelas menolak mereka,”kata Abdul Rais, Ketua KPPS 24 Kelurahan Kadia, Kota Kendari, Rabu,(8/7).

Selain kurangnya kepemilikan KTP, minimnya informasi mengenai sosialisasi sahnya penggunaan KTP untuk mencontreng juga menjadi persoalan di Pilres kali ini.

Inilah yang dialami sejumlah warga yang hendak memilih ditolak petugas KPPS. Pasalnya saat memperlihatkan KTP ternyata yang tidak sesuai alamat domisili mereka, dengan lokasi TPS yang tersedia.

Warga pemilik KTP yang tidak sesuai domisili langsung tentu saja tidak diijinkan memilih.

”Saya memiliki KTP tetapi alamat domosili Makassar Sulawesi Selatan. Saat saya memperlihatkan ke petugas KPPS mereka menolak mengikut sertakan saya memilih presiden,”kata Lukman Edi, sewarga Makassar. Lukman mengaku ke Kendari untuk urusan bisnis hasil bumi ini langsung kecewa. Pagi itu Lukman memilih pulang kembali ke hotel, tempatnya menginap.

Tak hanya pengguna KTP yang minim, antusias warga yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) menyalurkan hak pilihnya juga masih minim dibanding saat pemilu legislatif April lalu.

”Di TPS 02 Kelurahan Mandonga misalnya dari 600 pemilih yang masuk DPT, hanya 320 orang yang datang memilih. Padahal pada pemilu legislatif pemilih DPT seluruhnya memilih,”kata Safrudin, Ketua KPPS Kleurahan Mandonga, Kota Kendari.

Sementara di Rumah Sakit Umum Daerah Sulawesi Tenggara sekitar dua ratusan pasien yang tengah menjalani perawatan tidak dapat menyalurkan haknya memilih calon presiden mereka. Pasalnya KPUD Kota Kendari tidak menyediakan TPS khusus di rumah sakit.

Sejumlah petugas rumah sakit yang ditemui mengaku hingga menjelang pencontrengan, tak satu pun panitia pemilu presiden yang datang untuk melakukan sosialisasi pencontrengan pemilu presiden serta tidak memberikan informasi mengenai ada tidaknya tps khusus di rumah sakit. Hal ini berbeda pada pemilu legislatif yang lalu di mana kpud kota kendari menyediakan TPS khusus rumah sakit.

Akibat tidak ada informasi, para petugas rumah sakit sempat kebingungan dimana harus menyalurkan hak pilih mereka. Para petugas kemudian berinisiatif sendiri untuk bergantian pulang menyalurkan hak pilih ke TPS di alamat domisili masing-masing.

”Saya dan kawan-kawan harus pulang ke alamt masing-masing untuk memilih,”kata Dr Andi Edi, salah satu dokter di RSUD Sulawesi Tenggara.

Anggota KPUD Kota Kendari Hidayatullah mengaku tidak menyediakan TPS khusus di rumah sakit karena tak jauh dari rumah sakit terdapat TPS yakni di kelurahan Mandonga.

Di Provinsi Sulawesi Tenggara sesuai DPT yang diterbitkan KPUD Sulawesi Tenggara terdapat 1.557.513 pemilih dengan jumlah TPS sebanyak 4447 TPS . Khusus di Kota Kendari terdapat 300 ribu pemilih dengan 600 TPS yang tersebar di 64 kelurahan diperkirakan sekitar seperempat warga tidak menyalurkan haknya memilih calon presiden mereka.

Thursday, July 2, 2009

Nama Baik Dicemar, Rektor Laporkan Mahasiswa ke Polisi
















By Line: Yoshasrul

Profesor DR Usman Rianse MSc, Rektor Universitas Haluoleo (Unhalu) mengadukan kasus pencemaran nama baik yang diduga dilakukan tiga mahasiswanya di Kantor Polisi Resorta Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, Kamis (2/7) sekityar pukul 18.00 Wita. Ditemani sejumlah pembantu rektor dan dekan, Usman Rianse memasuki ruang reserse kriminal untuk memberikan keterangan pada polisi. Iskandar, seorang penyidik polisi berpangkat sersan menjadi penyidik kasus ini.

Dalam keterangannya di depan penyidik polisi, Usman Rianse mengaku merasa keberatan dengan ucapan seorang oknum mahasiswa dari Fakultas Tehnik bernama Laode Rahmat saat berorasi di halaman kampus Rabu (1/7) lalu.

Ketika itu Laode Rahmat berorasi melontarkan kritikan terhadap kebijakan universitas yang terkesan tidak peduli dengan maraknya aksi premanisme dalam kampus. Bahkan dalam salah satu kalimat yang diucapkan Laode Rahmat dianggap mengandung ucapan berbau fitnah.

”Saat berorasi Laode Rahmat jelas-jelas menuduh bahwa saya sebagai rektor memelihara preman dalam kampus. Ini tentu tidak benar dan mengandung fitnah. Karena itu saya lapor dia ke polisi dengan aduan pencemaran nama baik,”kata Usman Rianse dengan nada tinggi, usai memberikan keteragan pada polisi (2/7).

Usman mengaku memiliki bukti berupa rekaman orasi Laode Rahmat yang berhasil direkam oleh petugas kampus. ”Rekaman orasi telah kami serahkan ke polisi sebagai barang bukti,”kata Usman.

Tak hanya bukti rekaman, sejumlah saksi mata baik mahasiswa maupun petugas pengaman kampus juga bersedia memberikan kesaksian atas kalimat yang diucapkan Laode Rahmat tersebut. Tak hanya Laode Rahmat, rektor juga melaporkan dua orang mahasiswa tehnik yang diduga ikut mencemarkan nama baiknya.

Semetara itu, Laode Rahmat saat ditemui mengaku tidak bermaksud memfitnah apalagi sampai mencemarkan nama baik rektor. ”Orasi adalah sesuatu yang wajar dalam sebuah aksi demostrasi. Saya memang melontar ucapan itu tapi bukan bermaksud mencemarkan nama baik rektor. Tetapi sebagai sebuah kritikan atas kondisi kampus saat ini yang tidak kondusif,”kata Laode Rahmat, Kamis malam.

Apalagi, lanjut Rahmat, faktanya fakultas tehnik pekan lalu sempat diserang sekelompok orang bersenjata tajam dan merusak seluruh fasilitas di dalam kampus. ”Perusakan ini adalah cara-cara preman. Dan sangat disayangkan kenapa pihak universitas, dalam hal ini rektor, tidak segera turun tangan mengatasinya,”kata Laode Rahmat.

Laode Rahmat yang juga Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Tehnik Unhalu mengaku tidak gentar dengan laporan Rektor Usman Rianse tersebut ke polisi. ”Kalau memang saya bersalah, Saya siap bertanggung jawab,”tegas Laode Rahmat yang saat ini masih berstatus mahasiswa tehnik di jurusan elektronik.


Pembantu Dekan Fakultas Tehnik bidang kemahasiswaan Abdul Kadir mengaku akan segera memanggil Laode Rahmat untuk memberikan keterangan terkait kasus pencemaran nama baik rektor. “Kami akan segera memanggil yang bersangkutan untuk mengklarifikasi masalah tersebut.
Jika terbukti bukan tidak mungkin kita akan memberikan sanksi akademik,”kata Abdul Kadir.

Wednesday, July 1, 2009

Artis Krisna Mukti Masuk Bui






















By Line: Yoshasrul

Artis sinetron dan bintang iklan Krisna Mukti (38 tahun) hingga Rabu (1/7) masih ditahan aparat kejaksaan, menyusul tuduhan melakukan penadahan dana hasil kejahatan yang dilakukan rekannya Rasmano Suryo Prabowo alias Yoyon (37 tahun), mantan Kepala Cabang PT Lumbung Buana Seluler (LBS) Kendari.

Kasus ini terungkap setelah Herry P Maulana, Direktur Utama PT Lumbung melaporkan Yoyon atas kasus penggelapan dana perusahaan miliknya.Krisna Mukti diduga ikut menikmati hasil kejahatan yang dilakukan rekannya tersebut senilai Rp 100 juta.

Pengacara Krisna Mukti, Adnan Assegaf SH sendiri telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara sejak Krisna Mukti mulai ditahan. Namun oleh kejaksaan permohonan pengacara Krisna Mukti tersebut ditolak dengan alasan Krisna Mukti tidak berdomisili di Kota Kendari.

“Kalau penangguhan penahanan tersangka Krisna Mukti dikabulkan, maka itu akan menyulitkan kami (kejaksaan, Red), sebab, yang bersangkutan tidak berdomisili di Kota Kendari melainkan di Jakarta,”kata Abdusamad Moedhar SH, Asisten Tindak Pidana Umum, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, di ruang kerjanya, Rabu (1/7)

Bagi kejaksaan, sikap yang diperlihatkan Krisna Mukti selama ini dianggap kurang menghormati proses hukum yang tengah berlangsung. “Sebagai contoh Krisna Mukti ketika berstatus saksi untuk perkara Yoyon, kerap tidak menghiraukan panggilan jaksa, baik untuk keterangan berita acara kejaksaan maupun di pengadilan,”kata Abdusamad Moedhar SH.

Namun hal ini ditampik pengacara Krisna Mukti. “Klien kami selama ini cukup patuh terhadap hukum, buktinya klien kami dengan suka rela jauh-jauh datang dari Jakarta ke Kendari hanya untuk memberikan keterangan,”kata Adnan Assegaf.

Bahkan menurut Adnan Assegaf, kliennya juga telah bersedia mengembalikan uang pengganti sebagaimana yang dituduhkan terlapor. Namun kediaan Krisna Mukti mengembalikan uang pengganti oleh kejaksaan tidak akan mempengaruhi proses hukum pidana yang tengah berjalan saat ini. ”Saya kira ini itikad baik dari tersangka, pengembalikan uang pengganti merupakan salah satu pertimbangan dalam penuntutan. Namun bukan berarti itu akan menggugurkan proses pidananya,”kata kata Abdusamad Moedhar SH.

Sementara pengacara Yoyon, Abdul Rahman SH meminta kejaksaan untuk tidak menangguhkan tersangka Krisna Mukti. Permintaan ini disampaikan Abdul Rahman, Rabu pagi dengan menyambagi kantor kejaksaan tinggi untuk bertemu Abdusamad Moedhar. ” Saya sudah bertemu jaksa dan memohon agar jaksa menolak penangguhan Krisna Mukti,”kaat Abdul Rahman.

Bagi Rahman, penahanan Krisna Mukti telah memenuhi asas keadilan hukum bagi kliennya Pasalnya akibat perkara tersebut, kliennya mendekam di Rumah Tahanan Negara Kelas 2 Kendari setelah divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Kendari

Abdul Rahman mengaku, sejak awal telah melakukan upaya-upaya perdamaian dengan pihak pengacara Krisna Mukti, terkait dengan keinginan kliennya yang meminta agar Krisna mengembalikan uang senilai seratus juta, yang telah diambil Krisna tahun 2007 silam. Uang tersebut diakui Yoyon merupakan uang pribadi miliknya. Namun permintaan tersebut tidak digubris pengacara Krisna Mukti.

Tak mau masuk bui sendiri Yoyon kemudian menggugat Krisna Mukti dengan gugatan perdata wanprestasi atau gugatan ingkar janji sekaligus melaporkannya ke polisi. Laporan tersebut kemudian ditindak lanjuti polisi dengan menetapkan Krisna Mukti sebagai tersangka sejak November 2008 silam.

Selain masalah hutang piutang, Yoyon memberikan kesaksian di pengadilan jika dana yang digelapkannya juga mengalir kerekening Krisna Mukti. Kesaksian Yoyon tersebut kemudian menjadi barang bukti kepolisian untuk memjerat Krisna dengan tuduhan menadah atau menarik keuntungan dari hasil kejahatan dengan ancaman hukum 4 tahun penjara.


Selasa siang (30/6) lalu pelimpahan berkas pemeriksaan tahap dua tersangka Krisna Mukti akhirnya dilimpahkan ke kejaksaan. Setelah kurang lebih empat jam diperiksa jaksa Krisna Mukti akhirnya ditahan