Thursday, January 21, 2010

Polisi Didesak Selesaikan Kasus Hukum Penyerobotan Kawasan Hutan Lindung Tanjung Peropa

Sejumlah aktifis LSM lingkungan hidup mendesak pengusutan kasus penyerobotan kawasan hutan lindung Tanjung Peropa yang dilakukan dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan dalih membangun jalan penghubung antara kecamatan Moramo dan kecamatan Laonti.

Menurut para aktifis LSM, kinerja polisi sangat lamban dan terkesan tidak serius mengungkap kasus penyerobotan hutan lindung peropa tersebut. “Penyidikan polisi sudah berlangsung kurang lebih setahun lamanya, tapi hingga kini belum ada titik terang penyelesaian kasus tersebut. Karena itu sikap kepolisian patut dipertanyakan,"kata Iwan, Koordinator advokasi Perkumpulan Green Press, sebuah lembaga perkumpulan wartawan lingkungan di Kendari.

Menurut Iwan seharusnya kepolisian bisa lebih transparan pada kasus ini agar publik mengetahui kejelasan hukum kasus ini. "Beberapa kali kami mempertanyakan langsung ke kepolisian, tapi polisi selalu menjawab bahwa masih terus melakukan penyidikan. Tentu saja sikap polisi ini menimbulkan kecurigaan,"katanya.

Hal senada diungkapkan Hartono, Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara. "Proses penyiidikan tindak pidana kehutanan ini telah dimulai sejak pertengan Mei 2008, namun hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan. Penyidikan kasus tanjung peropa sangat tidak transparan. Polisi seolah menyembunyikan kasus ini dari publik dan sampai hari ini tidak pernah ada ujung kejelasan penyelesaiannya. Kami kawatir kasus ini akan 'dipetieskan' polisi," kata Hartono.

Hasil investigasi bersama antara Green Press, Walhi dan tim kecil WWF Indonesia di Kendari mendapatkan data luasan kawasan yang telah rusak mencapai bentang 9 KM meter yang telah dibuat jalan. Jalan ini membelah kawasan Tanjung Peropa yang dimulai dari Kecamatan Moramo Utara. Hasil pengecekan titik koordinat di lapangan diketahui pembukaan jalan tersebut selain masuk dalam kawasan konservasi suaka margasatwa tanjung peropa sepanjang 17 KM di kecamatan laonti, juga masuk melalui kawasan hutan lindung tanjung peropa sepanjang 9 KM di Kecamatan Moramo Utara.

Ke tiga lembaga ini kemudian mempersoalkan kegiatan yang dilakukan pemerintah konawe selatan tersebut. "Kegiatan pembangunan jalan dalam kawasan itu adalah bentuk arogansi kekuasaan yang cenderung mengabaikan perundangan yang ada. ”Kami melihat bentuk arogansi yang dipertontonkan pemda konawe selatan dengan kekuasaan yang ada bupati leluasa menabrak aturan yang telah ada,”kata Hartono.

Walhi juga menganggap pemerintah konawe selatan tidak memiliki itikad memberikan perlindungan lingkungan terutama memproteksi kawasan-kawasan konservasi dan kawasan hutan lindung yang ada di daerah itu. Kasus penyerobotan itu sendiri dinilai melanggar UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 dan Undang Konservasi Sumber Daya Alam Nomor 5 tahun 1990.

Tak hanya aktifis lingkungan yang mempersolakan kasus penyerobotan tersebut melainkan juga pemerhati masalah korupsi. Asnar dari Forum Penegak Hukum Sulawesi Tenggara mensinyalir adanya dugaan korupsi pada proye pembangunan jalan di kawasan hutan lindung tersebut. Pasalnya dana yang digelontorkan tidak sedikit.

Menurut Asnar, Tahun 2006 , atas persetujuan DPRD, pemerintah Kabupaten Konawe Selatan telah membuat peraturan daerah terkait pembangunan jalan penghubung antara Kecamatan Laonti dan Kecamatan Moramo. rencana pemerintah ini kemudian ditindaklanjuti dengan menganggarkan dana melalui APBD secara keseluruhan sebesar Rp 4,460 miliar masing-masing pembangunan jalan Lapuko-Tambolosu sebesar Rp 2,600 Miliar dan Rp 950 juta melalui kegiatan swakelola oleh dinas PU Konawe Selatan.

Namun tahun 2008 proyek ini terhenti menyusul protes Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Tenggara yang menganggap pembangunan jalan dalam kawasan tersebut melanggar undang-undang.

“Gagalnya pembangunan jalan ini memicu terjadinya kerugian keuangan Negara yang tidak sedikit,"kata Asnar.

Kasus Hutan Lindung Tanjung Peropa ini juga sempat dipersoalkan Kantor Balai Koservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara. Bahkan BKSDA menilai tindakan pemerintah kabupaten Konawe selatan sebagai tindakan penyerobotan kawasan konservasi/ suaka margasatwa. Kasus ini resmi dilaporkan ke Polda Sulawesi Tenggara pada tanggal 13 Mei 2008.

Berdasarkan laporan tersebut Polda Sulawesi Tenggara bersama BKSDA dan BIPHUT Kendari melakukan pengecekan lapangan pada tanggal 21 Mei 2008 untuk memastikan letak lokasi yang dibuka untuk pembuatan jalan. Diantara saksi yang diperiksa adalah para petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dalam laporan ke polisi BKSDA menganggap kebijakan membongkar kawasan lindung Tanjung Peropa merupakan kegiatan ilegal karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 yang mengatur wilayah konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Sedangkan peraturan lain yang mengatur tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa juga diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999.

Ironisnya kegiatan pembukaan jalan dengan cara membongkar kawasan ini belum mendapat ijin dari Menteri Kehutanan sebagai pemegang otoritas atas ijin kawasan. “Apa yang dilakukan pemeritah konawe selatan itu adalah kagiatan illegal tanpa koordinasi dengan instansi berwenang,”kata Priehanto petugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BKSDA yang juga menjadi saksi kasus tersebut.

Bupati Konawe Selatan, Drs H Imran Msi menilai pembangunan jalan di kawasan hutan lindung tersebut semata-mata hanya untuk membuka akses antara daerah Kecamatan Laonti dan Moramo. ”Daerah ini sangat terisolir dari daerah lainnya di Konawe Selatan. Ini menjadi tugas pemerintah menjawab tuntutan aspirasi masyarakat Laonti,”kata Imran.

Sementara Kabid Humas Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara AKBP Fahrurozi mengaku telah memulai melakukan penyidikan kasus kawasan tanjung peropa tersebut dan telah mengambil keterangan sejumlah saksi dari instansi berwenanag seperti BKSDA dan kehutanan sulawesi tenggara, serta keterangan pejabatan di instansi pemerintah kabupaten konawe selatan seperti Kepala Dinas PU dan Kepala Dinas Kehutanan Konawe Selatan. "Yang jelas kasus ini masih dalam penyidikan polisi,"katanya.

No comments: