Wednesday, January 27, 2010

OPINI

Pokok-pokok Pikiran Kaji Ulang Revisi Tata Ruang Wilayah Sultra (Bagian-1)

(Ahmad Zain/ Koalisi ngo penyelamat ekologi Genting-sultra )

Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara yang saat ini tengah melakukan upaya untuk melakukan revisi Rencana Tata ruang wilayah sultra telah merumuskan dan mengahasilkan draf rancangan tataruang subtasi kehutanan wilayah Sulawesi Tenggara. Laju Pembangunan mengisaratkan pengaruh terhadap pemanfaatan dimensi ruang secara fisik sehingga mendorong pentingnya pengelolaan ruang lebih baik pula, terencana, adil, seimbang dan berkelanjutan. Demikian pula rencana pemerintah yang termuat dalam mandat revisi tata ruang yang diusulkan oleh pemerintah propensi Sulawesi Tenggara, bahwa dalam rangaka percepatan pembangunan wilayah Sulawesi tenggara dipandang perlu memaksimalkan pengelolaan “sumber daya alam” (baca; pidato sambutan gubernur dalam kunjungan Presiden Republik Indionesia bapak Susilo Bambang Yudoyono,Kendari tanggal 25 September 2008).

Sulawesi tenggara yang nota bene memiliki kakayaan sumber daya alam memang patut dibanggakan. Mengapa tidak, potensi kawasan hutan yang tersisa mencapai 62 % (Sumber data Kehutanan Propensi) menyimpan sejumlah kekayaan aneka ragam hayati dan nonhayati bahkan mineral. Namun disayangkan pengelolaan dan pemaanfaatan sumber-sumber alam baik yang dapat diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui banyak menuai masalah, mulai dari masalah lingkungan, konflik social hinggap pada konflik politik.

Psikologi lingkungan hari ini terbelenggu oleh sebuah opsesi dan paradigma liberal, yang hanya meyakini bahwa perubahan dan kekuatan ekonomi kerakyatan hanya dapat digenjot oleh maksimalisasi pemanfaatan, pengelolaan sumber daya alam dengan mengeksploitasi sumber-sumbernya. Manusia (baca; rakyat) adalah sebagai subyek dari pembangunan, malah justru yang terjadi hari ini adalah masyarakat berada pada posisi dari rencana pembangunan, maka lahirlah kebijakan pembangunan yang selalu mengatas namakan Masyarakat, kesejahtraan, berkeadilan namun kenyataannya tidaklah dapat dirasakan langsung, malah justru melahirkan kesenjangan. Pada akhirnya masyarakat hanya bisa dijadikan obyek dari rencana pembangunan.

Dasar – dasar kebijakan

Sejak Indonesia merdeka dari penjajahan saat itu pula wilayah Indonesia adalah satu kesatuan Ruang yang utuh yang menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Republik Indonesia sebagaimana yang diamanahkan dalam pembukaan UUD Republik Indonesia tahun 1945 dan mengalami perubahan (Amendemen) yang salah satunya adalah mengakui kedaulatan segenap masyarakat adat. wilayah republic indonseia yang terbentang dari sabang sampai merokei adalah gugusan pulau yang memilki keaneka ragaman social, budaya dan ekologi yang tidak terpisahkan sehingga potensi ketersedian ruang adalah menjadi kekayaan bangsa yang perlu ditata baik fungsi dan pemanfaatannya bagi kesejahtraan segenap rakyat Indonesia. Maka dari itulah pemerintah Republic Indonesia mengeluarkan sebuah Undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan ruang bagi hajat hidup rakyat Indonesia yang seyogyanya berasas dan bertujuan pada; keterpaduan, keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, pelindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan dan akuntabilitas sebagaimana disebutkan dalam BAB II pasal 2 UU No.26 Tahun 2007 pengganti undang-undang No.24 Tahun 1992. Kemudian diikuti dengan (peraturan pemerintah) PP. No 26 Tahun 2008 sesuai dengan pasal 20 ayat (6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagai pertimbangan dalam peraturan pemerintah, pada tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara ditetapkan peraturan Daerah (PERDA) No. 3 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Pertumbuhan pembangunan yang begitu pesat tentu membawa dampak terhadap pemanfaatan ruang yang tinggi pula. Perluasan ruang pemukiman dan aktifitas pertanian, budidaya sebagai modal pemenuhan kebutuhan serta sarana dan prasarana sosial lainnya menjadi bagian dari pertumbuhan pemanfaatan ruang, sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang No. 26 tahun 2007 pasal 17 ayat 1,2,3 dan4 yang memuat rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang, rencana pola ruang. Ketersediaan sumber-sumber yang bersifat alami sangat menentukan arah kebijakan pembangunan itu sendiri sebagai faktor pendukung paling mendasar, misalnya saja pada daerah aliran sungai (DAS), sebagai sumber pemasok air terhadap kebutuhan umat manusia dan budidaya pertanian serta industri baik yang berskala mikro maupun makro (BAB II, pasal 3 point a,b dan c UU No. 26 Thn 2007). Disinilah pemerintah sebagai pelayan public telah dipercayakan untuk menjamin kesejahtraan rakyat yang berdiam disuatu wilayah tertentu dengan memperhatikan keseimbangan pengelolaan dan pemanfaatan ruang secara adil dan berkenlanjutan. Pembangunan yang diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat (kebijakan social) adalah sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Orientasi kebijakan pembangunan tidak hanya bertumpu pada pengaruh pertumbuhan ekonomi global dimana segalanya lebih didominasi oleh kebijakan pasar. Masyarakat Sulawesi Tenggara saat ini mengalami massa transisi dari masyarakat agraris menuju masyarakat Industri, tidak serta merta ketersedian ruang lebih diperuntukan untuk pemenuhan investrasi bagi pemodal dalam pengembangan Ekonomi semata, namun penting diperhatikan inisitif model dan metode pengembangannya dalam pengelolan sumber daya alam dimasa transisi ini.

Rencana pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara untuk merevisi tata ruang Wilayah Sulawesi Tenggara substansi kehutanan sebagai mana yang diatur dalam Undang Undang No. 26 tahun 2007 pasal 16 masih bersifat subjektif, tidak mengakomodir peran serta masyarakat sebagai mana yang diatur Undang Undang No. 26 tahun 2007 BAB VIII pasal 65 ayat 1,2 dan 3, namun sangat disayangkan, Peraturan pemerintah yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran Masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud Undang Undang No. 26 tahun 2007 pada pasal 65 ayat 1 Belum ditetapkan. Fakta lapangan menunjukan banyaknya industri raksasa yang hadir di Sulawesi Tenggara dalam kurun waktu 30 tahun tidak siknifikan memicu pertumbuhan ekonomi rakyat, sementara laju kerusakan sumber daya alam terus meningkat. (bersambung)

No comments: