Tuesday, August 7, 2007

Inisiasi Kehutanan dan Kemiskinan Melalui Saluran Informasi

Isu kehutanan dan kemiskinan kini menjadi bagian dari isu global. Tak heran jika saat ini banyak penggiat lingkungan dunia tengah menfokuskan pekerjaan mereka pada dua isu tersebut. Persoalan kehutanan dunia sangat bertalian erat dengan masalah kemiskinan saat ini. Peran semua pihak (LSM, pemerintah dll) untuk mendorong dua isu ini menjadi begitu sangat stategis dalam membangun sinergisitas kerja di lapangan, tak terkecuali kalangan pers.

Liputan media masa membentuk constituency, menunjukkan prestasi program dan dapat memberikan solusi yang memungkinkan akan isu-isu kehutanan yang kini muncul dari upaya-upaya yang dilakukan banyak penggiat lingkungan khususnya kehutanan.

Melalui media massa, para wartawan dapat menggerakkan saluran komunikasi untuk menyampaikan pesan penting para mitra MFP tentang reformasi kebijakan kehutanan dalam format yang mudah diakses dan memiliki jangkauan luas.

Media massa memberikan peluang yang amat besar bagi masyarakat penggiat kehutanan untuk menampilkan contoh dasar dari pengelolaan hutan alternatif, proses pengembangan bersama pemerintah daerah dan masyarakat atau skema hutan-tani yang tidak konvensional.

Media masa menjangkau pemirsa yang luas dalam format yang sangat persuasif dan berpengaruh. Namun masih belum ada banyak wartawan yang benar-benar memahami isu-isu lingkungan, khususnya mengenai penebangan hutan ilegal, hak tanah adat maupun kehutanan sosial.

Bagi para jurnalis di Indonesia topik-topik tersebut merupakan hal yang baru, yang pernah dibiarkan saja karena dapat mengganggu status quo. Longgarnya sensor bagi wartawan saat ini telah mendorong mereka untuk menyelidiki isu-isu tersebut.

Kurangnya pengetahuan mengurangi keefektifan penyelidikan tersebut, dan menghasilkan laporan yang dangkal dan tidak memadai akan isu-isu kehutanan penting yang mempengaruhi ekonomi dan lingkungan negara ini Di lain pihak, para reporter mengeluh bahwa agenda LSM tidak jelas atau tidak memiliki "spin" yang dibutuhkan oleh sebuah berita.

Indonesia memiliki sejarah liputan berita yang dikendalikan, sehingga tidak mengherankan bila LSM baik lokal maupun nasional tidak terbiasa dengan metode-metode untuk berkomunikasi dengan reporter.

Siaran pers (press release) yang dikirim oleh LSM seringkali disiapkan oleh staf yang tidak berpengalaman dengan teknik komunikasi atau dokumentasi yang tidak memadai. Tambahan lagi, para wartawan khawatir bahwa beberapa LSM terlalu konfrontasional; terlalu "panas" untuk didukung. Isu lainnya yang menyebabkan para wartawan segan untuk meliput berita-berita baru adalah kurangnya data pendukung dan dokumentasi yang dapat secara obyektif mendukung pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh LSM.

Oleh karena itu organisasi yang berupaya mencapai kebijakan dan praktek kehutanan yang lebih baik harus proaktif dengan media massa. Organisasi tersebut harus paham komunikasi agar dapat memberikan informasi kepada wartawan yang dapat menarik minat mereka akan isu-isu yang ada sambil memperdalam pengetahuan mereka akan pesan penting yang ingin disampaikan oleh masyarakat.

Untuk membantu masyarakat dan para mitra lingkungan dalam mengembangkan strategi komunikasi media dan berhubungan dengan media massa secara efektif, Green Press (Perkumpulan Wartawan Lingkungan) telah mempersiapkan pelatihan yang dirancang untuk meningkatkan kepercayaan diri para jurnalis yang konsen pada isu lingkungan dalam menggunakan teknik komunikasi yang bertujuan mengkomunikasikan pesan reformasi kebijakan kehutanan melalui lingkup media massa.

No comments: