Para pemilik tambak di Desa Lalonggombu Kecamatan Lainea Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) ramai-ramai menolak lahannya diambil alih pemerintah setempat dan dijadikan hutan bakau (mangrove) hanya untuk proyek JICA (Japan International Cooperation Agenci).
Sejumlah petani di Desa Lalonggombu tidak menerima lahan tambaknya distatuskan oleh Kepala Dinas Kehutanan Konsel Muhlis M sebagai lahan pinjam pakai yang konon kabarnya tahun ini akan diambil pemerintah setempat untuk dijadikan rehabilitasi hutan bakau (mangrove) kerjasama JICA dan Dinas Kehutanan di bawah pengawasan Dishut Konsel.
Salah seorang petani tambak Desa Lalonggombu, Nasri mengungkapkan menolak keras jika dikatakan lahan miliknya hanya berstatus pinjam pakai. "Lahan yang saya olah dilengkapi dengan surat jual beli yang disahkan kepala desa. Saya sudah mengolah lahan tersebut sejak tahun 1987 hingga sekarang, untuk itu lahan saya tidak akan berikan begitu saja ke pemerintah setempat karena hidup saya dan keluarga tergantung di situ," ujarnya
Dikatakan, dirinya dan teman-teman pemilik tambak pernah dipanggil rapat sosialisai HKm (Hutan Kemasyarakatan) di Kantor Bupati Konsel dan juga pernah di rumah milik Halidin pegawai Dishut Konsel pada 20 Juni 2009 lalu dan saat itu ada surat pernyataan yang ditandatangani, namun dirinya tidak setuju dengan beberapa poin pada surat pernyataan tersebut.
Hal senada juga diungkapkan Daeng Ali. Menurutnya, lahan yang sudah digarap sejak 1980 tidak akan diberikan kepada pemerintah hanya untuk rehabilitasi mangrove dari JICA. "Hutan bakau di sini sangat luas hingga ke pantai, mengapa justru lahan yang kita garap berpuluh-puluh tahun dan sudah berproduksi dan bahkan sudah mendapat bantuan modal dari Dinas Perikanan Konsel justru mau dimasukkan ke lokasi hutan lindung, hanya karena proyek Jepang mau masuk ke Konsel . Cara-cara ini saya nilai tidak benar, silakan pemerintah yang terhormat mencari lahan yang pantas jadi hutan bakau, jangan lahan produktif mau disulap jadi hutan bakau," pintanya.
Daeng Ali menambahkan, lahan tambak tersebut tidak akan diserahkan kepada pemerintah karena disitulah dirinya mengais rejeki untuk sanak keluarga di rumah. "Kalo lahan tambak tersebut dijadikan hutan bakau, dimana lagi kami akan bekerja. Lahan tambak dibeli dengan harga mahal sejak puluhan tahun lalu, dan hingga sekarang surat keterangan pembeliannya masih ada," jelasnya.
Salah seorang petani tambak lainnya, Aco mengatakan lahan tambak miliknya dibeli sejak tahun puluhan tahun lalu dan digarap hingga sekarang, dan kenapa baru saat ini lahan tersebut mau dijadikan mangorove. Mengapa tidak daru puluhan tahun lalu kita dilarang menggarap lahan tersebut atau kalau perlu kita diusir dari sini, kok baru sekarang?" ujarnya dengan nada tanya.
Sementara petani tambak lainnya, Marhabang juga bersikeras tak mau lahannya distatuskan sebagai pinjam pakai. "Saya punya surat pengalihan penguasaan sebidang tanah yang saya beli dari pemilik sebelumnya Hambali dan disetujui Kades Lalonggombu saat itu," ujarnya.
Kadishut Konsel, Muhlis M yang pernah dilansir media ini, mengungkapkan tidak ada perampasan lahan oleh pemerintah. Apabila ada pembelihan lahan atau peralihan status tanah, transaksi yang terjadi adalah ilegal, menyalahi peraturan tentang Kehutanan. "Boleh saja warga pakai tapi tidak boleh memperluas, apalagi sampai merusak hutan bakau," tegas Muhlis. (Doel)
No comments:
Post a Comment